Soroti Konflik Tambang, Akademisi UPR Dorong Tata Kelola Berbasis Keadilan

Palangka Raya – Pakar pertambangan sekaligus Dosen Teknik Pertambangan Universitas Palangka Raya (UPR), Dr. Deddy NSP Tanggara, ST., MT, menyampaikan pandangannya terkait persoalan yang muncul di sektor pertambangan dalam beberapa waktu terakhir. Ia menyoroti pentingnya tata kelola pertambangan yang adil dan bertanggung jawab guna mencegah konflik dengan masyarakat.

Menurut Deddy, kegiatan pertambangan memiliki potensi konflik sosial yang tinggi apabila tidak dirancang dan dijalankan dengan pendekatan yang partisipatif dan berkelanjutan. Ia menekankan bahwa kepatuhan perusahaan terhadap rencana kerja yang memperhatikan dampak lingkungan dan sosial seharusnya lahir dari kesadaran, bukan sekadar karena tekanan eksternal.

“Perusahaan tambang seyogianya memiliki rencana kerja jangka panjang yang dituangkan dalam dokumen lingkungan, studi kelayakan, Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini harus menjadi panduan utama dalam pengelolaan dan arah bisnis perusahaan,” ujarnya, Senin (12/5/25).

Ia menambahkan bahwa banyak konflik yang terjadi saat ini disebabkan oleh lemahnya perencanaan di masa lalu. Menurutnya, beberapa perusahaan hanya menjadikan dokumen perizinan sebagai formalitas administratif, tanpa mempertimbangkan penerapan di lapangan.

“Ketika operasional dimulai, dokumen yang disusun sebelumnya sering kali tidak relevan lagi dan perlu disesuaikan. Sayangnya, rencana baru yang muncul kemudian justru kerap bertentangan dengan harapan masyarakat,” katanya.

Lebih lanjut, Deddy menekankan pentingnya pelaksanaan program kemitraan strategis, khususnya yang telah dirancang dalam Rencana Induk Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (RIPPM). Menurutnya, pelibatan masyarakat dalam program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) bukan pilihan, melainkan kewajiban.

“Perusahaan tidak boleh hanya berorientasi pada keuntungan. Kehadiran mereka harus memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat lokal, regional, maupun pemerintah daerah,” tegasnya.

Deddy juga mengingatkan bahwa perusahaan tambang tidak memiliki hak milik atas sumber daya alam, melainkan hanya mendapat izin untuk mengelolanya. Oleh karena itu, bila tidak memberikan manfaat, izin tersebut sewaktu-waktu bisa saja dicabut oleh otoritas terkait.

“Peningkatan kesejahteraan masyarakat harus menjadi prioritas utama. Prinsip keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam, terutama di Kalimantan Tengah, harus kita perjuangkan bersama,” tutupnya.(red)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *